Rabu, 29 Februari 2012

MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME


A.  JUDUL PENELITIAN
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD 005 KECAMATAN TELUK BELENGKONG

B. BIDANG KAJIAN: PGSD/ Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
C. PENDAHULUAN
Pendidikan barasal dari bahasa yunani “paedogogie” yang terbentuk dari kata “pais” yang berarti anak dan “agan”yang berarti membimbing dalam arti kata itu dapat di defenisikan secara leksikal bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan pada anak oleh orang dewasa secara sengaja agar anak menjadi dewasa. Sehingga pendidikan adalah usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. (Purwanto, 2010:19)
Salah satu mata pelajaran yang dapat membinakepribadian seseorang sesuia dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan adalah mata pelajaran Ilmu pengetahuan alam (IPA).  IPA sangat erat hubungannya dengan mencari dan menggali rahasia tentang alam semesta. Atau dengan kata lain IPA adalah ilmu pengetahuan tentang fenomena alam, berupa kumpulan fakta, konsep, prinsip hukum, dan teori, kemudian dapat di uji kebenarannya. Membelajarkan siswa untuk memahami proses dan produk serta sadar akan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat, serta terjadi pengembangan kearah sikap politik. Merujuk pada pada pengertian ilmu IPA tersebut  dapat diketahui bahwa hakikat  IPA itu meliputi unsur utama yaitu sikap, rasa ingin tahu, proses, produk dan aplikasi. Sehingga pembelajaran IPA dipandang sebagai sebagai suatu proses aktif dan sangat di pengaruhi  oleh apa yang ingin dipelajari anak itu sendiri. Sehingga hasil belajar tidak hannya tergantung pada apa yang d sajikan guru melainkan di pengaruhi oleh berbagai interaksi antara berbagai imformasi bedasarkan pemahaman dari pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Sehinngga guru hendaknny mampu memilih model pembelajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan tidak lepas dari hakikat IPA itu sendiri.
Dari wawancara guru IPA bapak Dede Kardiman A, Md yang peneliti lakukan pada guru SD 005 SD Kec. Teluk Belengkong ternyata hasil belajar IPA siswa kelas IV SD 005 Kec. Teluk Belengkong rendah. Dimana hasil belajar siswa berada di bawah KKM yang ditentukan sekolah yaitu (6,5). Hal ini dapat dilihat dari nilai ulangan  siswa semester II TA 2010/2011, yang memperoleh lebih dari separuh siswa memperoleh nilai 5,5. Dari analisis masalah yang ada peneliti menemukan berbagai penyebab masalah antara lain: guru kurang menggunakan  melakukan appersepsi, guru kurang memotivasi siswa, guru kurang menarik dalam menyampaikan materi sehingga pembelajaran terasa membosankan, dan dalam pembelajaran guru tidak melakukan percobaan materi yang diajarkan.
Dilihat dari berbagai masalah tersebut  maka peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran konsruktivisme. Karena pada dasarnya model pembelajaran ini sifatnya lebih memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman merek. Dengan kata lain siswa lebih berpengalaman untuk mengkontruksikan sendiri melalui asimilasi dan akomodasi diharapkan melalui penerapan model ini hasil belajar siswa akan meningkat .
Berdasarkan masalah di atas maka peneliti ingin meneliti lebih lanjut dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA  kelas IV SD 005 Kec. Teluk Belengkong”.
D. RUMUSAN MASALAH
Jika dilihat dari permasahan di atas maka rumusan masalah yang diteliti yaitu “Apakah penerapan model pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD 005 Kec . Teluk Belengkong?”
E. TUJUAN PENELITIAN
            Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD 005 Kec. Teluk Belengkong setelah diterapkannya model pembelajaran konsruktivisme.
F. MANFAAT PENELITIAN
            Manfaat penelitian ini adalah:
1.    Manfaat bagi siswa
a.    Siswa dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas IV 005 Kec. Teluk Belengkong melalui penerapan model pembelajarn konsruktivisme
b.    Siswa dapat meningkatkan pemahamannya mengenai pembelajaran IPA
2.    Manfaat bagi guru
a.    Guru dapat menjadikan penelitian ini sebagai pedoman dalam mengambil tindakan untuk meningkatkan hasil belajar IPA siswa
b.      Dengan menerapkan model pembalajaran konsruktivisme diharapkan guru dapat mengembangkan potensinn
3. Manfaat bagi sekolah
a.    Penelitain ini dapat meningkatkan prestasi sekolah khususnya dalam bidang akademis
b.      Penelitian ini dapat digunakan sebagai penunjuk sekolah dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan hasil belajar siswa .
4. Manfaat bagi peneliti
a.    Penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu usaha untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan penulis.
b.    Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasr untuk menindaklanjuti cakupan yang lebih luas.
  
G. KAJIAN TEORITIS
1.      Hakikat Pembelajaran IPA
Kata “sains “biasa diterjemahkan dengan ilmu pengetahuan yang berasal dari kata natural “science” artinya alamiah dan berhubungan dengan alam sedangkan “science” artinnya ilmu pengetahuan tentang alam. Jadi sains sebagai harfiah dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang alam yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam. Sains secara garis besarnya memiliki tiga komponem yaitu:
a. Proses ilmiah misalnya, mengamati, mengklasifikasikan, memprediksi, merancang, dan melaksanakan eksperimen
b.      Produk Ilmiah misalnya meliputi prinsip, konsep, hukum dan teori
c.       Sikap Ilmiah meliputi rasa ingin tahu, hati-hati, objektif , jujur
Pada dasarnya model pembelajaran IPA yang cocok anak dasar ialah model pembelajaran yang menekankan pada pendekatan yang mencakup kesesuaian antara situasi dan belajar anak dengan situasi kehidupan nyata di masyarakat Selanjutnya menemukan ciri-ciri esensial dari situasi kehidupan yang berbeda–beda akan meningkatkan kemampuan menalar, berprakarsa, dan berpikir kreatif pada anak didik.
Selanjutnya model belajar yang cocok untuk anak Indonesia adalah belajar melalui pengalaman langsung (learning by doing). Model belajar ini dapat memperkuat daya ingat anak dan biayanya sangat murah. Sebab menggunakan alat-alat dan media belajar yang ada di lingkungan anak itu sendiri (Sumatowa 2006:11)
IPA sebagai ilmu disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Karna dalam pembelajaran IPA siswa diberikan kesempatan untuk berlatih keterampilan-keterampilan proses yang perlu di modifikasi sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya.
Keterampilan proses untuk anak-anak didefenisikan oleh Paolo dan Marten dalam (Sumatowa, 2006:12)) adalah mengamati, mencoba memahami yang di amati mempergunakan untuk melihat apakah ramalan tersebur benar. Oleh karena itu seorang guru khususnya guru IPA hendaknya mampu menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan hakikat IPA.
Untuk mengatasi berbagai problema dalam pelaksanaan pembelajaran tentu diperlukan model-model pembelajaran yang di pandang mampu mengatasi kesulitan guru dalam melaksnakan tugas dan juga kesulitan belajar anak didik. Model dapat di pahami maknannya sebagai berikut:
a.       Suatu tipe atau desain.
b.      Suatu deskripsi atau analogi yang dengan langsung di amati.
c.       suatu sistem atau asumsi-asumsi, data-data dan obyek atau peristiwa
d.      Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang sederhana
e.       Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner
Model dirancang untuk mewakili realitas yang sesungguhnya. Walaupun model itu sendiri bukanlah dari dunia yang sebenarnnya. Dengan demikian model pembelajaran dapat di pahami sebagai keranggka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi perencanaan pembelajaran bagi para guru. Empat katagori yang diperlukan dalam model pembelajaran yakni model imformasi, model personal, modelinteraksi, model tingkah laku. Salah satu model yang sangat berpengaruh dalam IPA adalah model pembelajaran konstruktivisme. Banyak cara belajar yang didasarkan pada teori kontruktivism , seperti cara belajar yang menekankan peranan murid dalam membentuk pengetahuannya, sedangkan guru lebih berperan pada fasilitator yang membentuk keaktifan murid dalam pembentukan pengetahuannya.
2. Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah kontruksi (bentukan) kita sendiri. Para konstruktivis menjelaskan bahwa satu-satunya alat yang tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah indrannya.  Seseorang berinteraksi dengan objek lingkungannya melihat, mendengar, menjamah, mencium, dan melaksanakannya. Dengan sentuhan indrawi itu seseorang membangun gambaran duniawinya.
Model pembelajaran konstruktivisme adalah suatu model pembelajaran yang dirancang yang mengharuskan terjadinnya proses belajar peserta didik yang proaktif. Menurut penganut konstruktivisme pengetahuan di bina secara aktif oleh seseorang yang berpikir . Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan fasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan imformasi baru atau pengetahuan yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinnya melalui interaksi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.
Menurut Schuman dalam Yulaewati (2004:54) konstuktivisme dikemukakan dengan pemikiran bahwa semua orang membangun pandangannya terhadap dunia melalui pengalaman individual, atau skema. Konstruktivisme menekannkan pada penyiapan peserta didik untuk menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi yang tidak tentu.
Mamfaat model pembelajaran kontruktivis antara lain:
a.       Membina peserta didik menjadi lebih mandiri
b.      Mengembangkan daya kreatifitas peserta didik karena ia harus memperlihatkan hasil belajar atau karyannya
c.       Berlatih bekerja sama dengan tim anggota peserta didik lainnya (prawiradiaga 2007:5)
Menurut Tyler dalam Sumatowa (2006:54) menyatakan beberapa kebaikan pembelajaran berdasarkan konstruktivisme yaitu:
1)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri. Berbagi gagasan dengan temannya. Dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
1)        Memberikan pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siwa memperluas pengetahuan-pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki (diberi)  kesempatan untuk merangkai fenomena.  Sehingga siswa didorong untuk membedakan untuk memebedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
2)        Memberi kesempatan siswa untuk berpikir tentang pengalamannya agar siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong merefleksi tentang teori dan model, mengenalkan gagasan IPA pada saat yang tepat.
3)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri untuk menggunakan berbagai konteks baik yang telah dikenal maupun yang baru dan akhirnnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
4)        Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan-perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemampuan mereka serta memberi kesempatan untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
5)      Menberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung siswa mengungkapakan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu “jawaban yang benar”.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran konstruktivisme antara lain:
NO
Fase
Kegiatan/tingkah laku
I
Fase Eksplorasi
Dalam fase ini seorang guru memancing pengetahuan awal siswa mengenai materi yang akan dipelajari pada saat itu
1)      Guru memancing pengetahuan awal siswa melalui cerita yang diberikan
2)      Guru melakukan Tanya jawab dengan siswa mengenai perubahan kenampakan pada muka bumi
3)      Guru mengenalkan berbagai mecam benda yang ada di atas mejannya
II
Fase Klarifikasi
Pada fase ini imformasi berupa pengetahuan awal siswa diperdalm agar bias menambah pengetahuan siswa mengenai materi yang dipelajari

1)      Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
2)      Guru membimbing masing-masing kelompok dalam melakukan kegiatan praktis mengenai parubahan kanampakan pada bumi
3)      Masing-masing kelompok membecakan hasil diskusinnya
4)      Guru dan siswa menyimpilkan hasil diskusinya yang telah dipelajari
5)      Guru memberikan penghargaan kelompok
III
Fase Aplikasi
Pada fase ini guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran yang telah dipelajari agar bias mengetahuai apakah perencanaan sesuai dengan pelaksanaan.
1)      Guru mengevaluasi kegiatan pembelajaran
2)      Melaksanakan kegiatan tindak lanjut




3. Hubungan konstruktivisme dengan beberapa teori belajar
 Seperti sudah dijalaskan diatas bahwa prinsip-prinsip konstruktivisme antara lain:
a.    Pengetahuan di bangun sendiri oleh siswa baik secara personal maupun sosial
b.    Pengetahuan tidak dapat dipindahkan oleh guru ke murid kecuali hannya dengan keaktifan murid sendiri untuk menalar
c.    Murid akan mengkontruksi terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep
d.   Guru sekedar membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses kontruksi siswa berjalan lancar. inti teori ini berkaitan dengan beberapa teori belajar yaitu:
Konstruktivisme juga sangat erat hubungannya dengan beberapa teori belajar diantarannya :
a.         Teori Perubahan Konsep
Menurut posner Dkk (1982) dalam proses belajar ada proses perubahan konsep yang mirip dengan yang ada pada filsafat sains tersebut. Tahap pertama perubahan konsep itu itu di sebut asimilasi dan tahap kedua di sebut akomodasi dengan asimilasi siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka punyai untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Dengan akomodasi siswa merubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru lagi yang mereka hadapi. Akomodasi di sebut juga perubahan konsep secara radikal. Dimana syaratnya antara lain:
1)   Harus ada ketidakpuasaan terhadap konsep yang telah ada.
2)   Konsep baru harus dapat dimengerti, rasional dan dapat memecahkan persoalan atau fenomena yang baru.
3)   Konsep yang baru harusmasuk akal, dapat memecahkan dan menjawab persoalan yang terdahulu, dan juga konsisten dengan teori-teori sebelumnya.
4)   Konsep baru harus berdaya guna bagi perkembangan penelitian dan penemuan baru.
b.      Teori Belajar Bermakna AUSUBEL
Menurut Ausubel dan Hanesian (1978) ada dua jenis belajar yaitu:belajar bermakna (meaningful learning), belajar menghapal (prote learning)
Teori belajar Ausebel ini sangat dekat dengan inti pokok konsruktivisme. Kedua-duanya menekankan pentingnya pelajar mengasosiasikan pengalaman, fenomena, dan fakta –fakta baru kedalam sistem pengertian yang telah di punyai. Kedua-duanya menekankan pentingnnya asimilasi pengalaman baru kedalam konsep yang sudah dipunyai siswa. Keduannya mengandaikan bahwa dalam proses belajar itu siwa aktif.
4.  Pengertian Belajar
Menurut Dimyati (2006:30) belajar merupakan peristiwa sehari-hari di sekolah. Kompleksifitas belajar tersebut dapat dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari segi siswa belajar di alami sebagai suatu proses siswa mengalami proses mental dalam menghadapi bahan ajar. Siswa belajar di dorong oleh kegintahuan dan kebutuhannya dikemudian hari. Sehingga belajar sangat penting bagi siswa. Siswa belajar berarti menggunakan kemampuan kognitif, apektif, dan pisikomotor terhadap lingkungannya. Sedangkan menurut winkel dalam Purwanto (2010:39) belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam integral dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. Ada beberapa  ahli mempelajari  ranah-ranah tersebut dengan hasil pengolongan kemampuan pada ketiga  ranah tersebut yaitu:
a.       Ranah kognitif (Bloom dkk) terdiri dari sejenis prilaku yaitu pengetahuan, pemahaman,penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi
b.      Ranah afektif (krathwohl dan Bloom Dkk) terdiri dari prilaku  yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian, dan penentuan sikap, organisasi dan pembentukan pola hidup
c.       Ranah psikomotor (Simpson) terdiri dari tujuh prilaku yaitu penerimaaan, partisipasi, kesiapan, gerakan pembimbing, gerakan yang Prinsip-prinsip belajar antara lain: pehatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung(pengalaman), pengulangan, pantangan,balikan dan penguatan, perbedaan individu
(Dimyati  2006:31)
Faktor-faktor belajar antara lain terdiri atas dari faktor ektern (intrinsik)  dan faktor intern(ekstrinsik). Dimana faktor instrinsik adalah dorongan untuk belajar yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri. Faktor-faktor intern (intrinsik) antara lain: sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, mengolah bahan belajar, menyimpulkan pemerolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi Rasa percaya diri siswa, intelegensi, kebiasaan belajar.
Sedangkan faktor ekstern adalah proses belajar didorong oleh motivasekstrinsik siswa. Dimana faktor-faktornya antara lain  yaitu: guru sebagai Pembina siswa belajar, prasarana dan sasaran pembelajaran, kebijakan penilain, lingkungan sosial siswa di sekolah, kurikulum sekolah.(Dimyati 2006:239)
Sedangkan menurut Purwanto (2006:107) faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain:
1)   Faktor dari intern (luar) meliputi: alam, sosial, kurikulum bahan pelajaran, guru pengajar, sarana dan fasilitas, administrasi managemen
2)   Faktor dari intern (dalam) meliputi: kondisi fisik, kondisi panca indra, kecerdasan, motivasi, kemampuan kognitif.
5. Hasil Belajar IPA
Proses belajar dikelas mempunyai tujuan yang bersifat instruksional artinya diketahui secara jelas dan operasional oleh guru dan siswa. Tujuan tercapai apabila siswa memperoleh hasil belajar seperti yang diterapkan dalam proses belajar belajar mengajar tetrsebut. Oleh kerena itu hasil belajar harus dirumuskan dengan baik untuk dapat dievaluasi pada akhir pembelajaran. Belajar adalah aktivitas mental yang berlangsung  dalam interaksi anak dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan pemahaman, keterampilan dan sikap ilmiah.
Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang ditetapkan yang meliputi aspek kognitif, apektif,  dan psikomotor. Begitupun dengan hasil belajar IPA tentu saja harus dikaitkan dengan tujuan pendidikan IPA yang telah dicantumkan dalam geris-garis besar program pengajaran IPA  sekolah dengan tidak melupakan hakikat IPA  itu sendiri. Oleh sebab itu tujuan menggambarkan hasil belajar yang harus dimiliki siswa. Dan hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan  hakikat IPA itu sendiri yaitu sebagai produk, proses, dan sikap ilmiah
Jika ditelaah tujuan pendidikan IPA di SD, dapat disimpulkan bahwa pendidikan IPA di SD berorientasi pada teori hasil belajar diatas, yakni pada pencapaian IPA dari segi produk, proses, dan sikap ilmiah. Dari segi produk siswa diharapkan siswa dapat memahami konsep-konsep IPA  dan keterkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Dari segi proses siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan ,gagasan ,dan menerapkan konsep-konsep yang diperolehnya untuk menjelaskan dan memecahkan masalah yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi sikap ilmiah siswa diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitar lingkungannya, bersikap ingin tahu, tekun dan kritis, mawas diri, bertaggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa hasil belajar IPA di SD hendaknya mencakup hal-hal sebagai berikut: penguasaan produk ilmiah, penguasaan proses ilmiah, penguasaan sikap ilmiah
Hasil belajar sains SD adalah segenap perubahan tingkah laku yamg terjadi pada siswa dalam bidang sains sebagai hasil mengikuti proses pembelajaran. (Bundu, 2000:19)
6.      Hubungan Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dengan Hasil Belajar
Penggunaan model pembelajaran yang sesuai adalah salah satu usaha yang dilakukan guru untuk meningkatkan hasil belajar siswa, Pada dasarnnya model mengajar ini harus sesuai dengan ukuran kebutuhan dan tujuan pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum. Hasil belajar merupakan ukuran kesuksesan pengajaran.mengajar bias dikatakan baik apabila proses belajar mengajar tersebut dapat menciptakan kegiatan belajar yang efektif, dan proses proses belajar tersebut berhasil jika tujuan belajar yang telah di tetapakan telah tercapai. Seorang guru perlu merancang program pembelajaran, model dan strategi yang sesuai dengan materi pembelajaran terseb. Sehingga pada akhirnnya siswa bias mencapai  KKM yang telah di sepakati oleh sekolah. Untuk itu seorang guru yang propesional harus lebih aktif dan kreatif dalam menentukan model pembelajaran yang dilaksanakannya .
Model pembelajaran konstruktivisme adalah suatu cara kegiatan belajar yang berawal dari yang menurut siswa hal yang yang biasa, padahal sesungguhnya tidak demikian. Kegiatan belajar kontruktivis ini sangat melibatkan siswa secara maksima. Dengan demikian belajar konsruktivis dapat meningkatkan hasil belajar siswa, dan pengetahuannya maupun konsep baru berdasarkan proses pembelajaran yang mereka lewati.
Dengan meningkatnya hasil belajar akan membantu siswa dalam berkreativitas, belajar mandiri, terlatih sehingga dapat memperbaiki hasil belajar dan meningkatkan mutu sumber daya manusia kedepannya.
H. HIPOTESA TINDAKAN
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti dapat merumyskan hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah “jika diterapkan model pembelajaran konsruktivisme maka akan meningkatkan hasil belajar IPA kelas IV SD 005 Kec. Teluk Belengkong”.

I. METODOLOGI PENELITIAN
a. Desain Penelitian
1)   Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah peninelitian tindakan kelas yaitu penelitian untuk memperbaiki hasil belajarbIPA siswa.Dalam penelitian ini peneliti akan berkolaborasi dengan guru bidang studi IPA kelas V SD 005 Kec. Teluk Belengkong, perangkat pembelajaran dirancang oleh peneliti, pelaksanaan tindakan dilakukan oleh guru bidang studi IPA kelas V, dan peneliti berperan sebagai pengamat selama proses pembelajaran.
     Penelitian ini direncanakan dengan dua siklus yaitu siklus pertama dan siklus kedua. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan dengan satu kali ulangan siklus. Pada siklus pertama dilakukan tindakan yang sesuai dengan model pembelajaran konstruktivisme, selanjutnya pada siklus kedua tindakan yang dilakukan adalah berdasarkan refleksi dari siklus pertama.

Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus. Tiap siklus terdiri dari:
a.       Tahap Perencanaan.
1.        Mempersiapkan perangkat pembelajaran yang berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan lembar kerja siswa (LKS).
2.        Merencanakan  tes hasil belajar
3.        Menyiapkan lembar pengamatan  aktivitas siswa dan guru selama proses belajar berlangsung.
b.      Tahap Pelaksanaan.
Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data. Pada tahap ini dilakukan implementasi terhadap model pembelajaran, beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain:
1.      Melakukan pembelajaran sesuai dengan model pembelajaran konstruktivisme
2.      Memberikan tes post tes kepada siswa
3.      Mengamati aktivitas guru pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
4.      Mengamati aktivitas siswa pada saat proses kegiatan pembelajran berlangsung.
5.      Memberikan ulangan harian siswa.
c.       Tahap Pengamatan
Tahap pengamatan  ini dilakukan bersamaan dengan tindakan yang akan dilakukan dengan menggunakan lembar pengamatan. Dalam penelitian ini pengamatan aktivirtas siswa menggunakan observer sebagai pengamatnya, dalam mengamati siswa ketika proses belajar berlangsung observer mengisi lembar observasi sesuai dengan aspek yang ditentukan, dimana setiap aktivitas siswa dilakukan dalam ketentuan penilaian.
Pengamatan aktivitas guru juga dilakukan ketika proses pembelajran berlangsung, observer mengamati aktivitas guru  mulai awal pembalajaran sapai akhir pembelajaran, observer mengamati aktivitas guru sesuai dengan aspek dan kriteria yang telah ditentukan.
d.      Tahap Refleksi.
Dalam penelitian ini peneliti merencanakan refleksi pada akhir siklus satu. Data yang diperoleh selanjutnya di analasis dan hasilnya dijadikan pedoman untuk siklus berikutnya.
perencanaan
 
Arikunto (2007:16) menjelaskan tahap-tahap dalam pelaksanaan PTK terdiri atas rangkaian empat kegiatan yang dilakukan dalam siklus berulang yaitu sebagai berikut:
Refleksi
 
Pelaksanaan
 
SIKLUS I
 
                                                                       
Pengamatan
 
Perencanaan
 
 


Pelaksanaan
 
Refleksi
 
SIKLUS II
 
                     
 




Gambar I bagan siklus penelitian tindakan kelas (Arikunto,2008:16)

b.  Rencana Penelitian
1.      Tempat penelitian ini SD 005 Kec. Teluk Belengkong
2.      Subjek penelitian ini adalah siswa–siswi kelas IV SD 005 Kec. Teluk Belengkong. Jumlah siswa 30 orang terdiri dari 13 orang laki-laki dan 17 orang perempuan
c. Instrumen Penelitian
1. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lembar pengamatan disesuaikan dengan langkah-langkah model pembelajaran konstruktivisme yang dilaksanakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran
2. Selain data tentang aktivitas siswa dan guru, dikumpulkan juga data tentang hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan tes hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme
 Perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1.Silabus
Silabus adalah rancangan pembelajran barisi yang rencana bahan ajar mata pelajaran tertentu pada jenjang pendidikan dan kelas tertentu, sabagai hasil dari seleksi, pengelompokkan, pengurutan, dan penyajiaan materi kurikulum, yang dipertimbangkanbardasarkan cirri dan kebutuhan daerah setempat.
2.RPP
RPP merupakan rencana yang menggambarkan prosedur dan managemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompotensi dasar yang telah ditetapkan dalam silabus. RPP di susun secara sistematis yang berisikan standar kompotensi, kompotensi dasar, indikator, materi ajar, tujuan pembelajaran, metode pembelajaran, sarana pembelajaran, dan kegiatan pembelajaran yang berpedoman pada langkah-langkah model pembelajaran konstruktivisme.
3. LKS
LKS adalah langkah kerja dalam mengkontruksikan konsep dan prosedur yang dibuat sedemikian rupa. Sehingga siswa mampu menyelesaikan suatu masalah baik secara individual maupun kelompok. Pada LKS dalam penelitian ini dibuat sesuiai model pembelajaran konstruktivisme.
4. Lembar observasi guru dan siswa
a)      Untuk mengetahui hasil belajar siswa maka diberikan LKS.
b)      Untuk mengetahui aktivitas siswa dan guru melalui model pembelajaran konstruktivisme maka di gunakan lembaran observasi.
d. Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a)      Nilai siswa
Nilai siswa didapatkan dari tes hasil belajar berupa tes ulangan harian
b)      Observasi
-          Lembar aktivitas guru dalam kegiatan belajr mengajar
-          Lembar aktivitas siswa yang disesuaikan dengan model pembelajaran konstruktivisme

Observasi dilakukan nutuk mengamati aktivitas guru dan siswa selama pembelajra berlangsung, dengan cara mengisi kolom, lembar pengamatan yang telah disediakan yang digunakan untuk pengumpula data tentang aktivitas guru dan aktivitas siswa belajar kelas V SDN 005  Kecamatan Teluk Belengkong
c)      Lembar kerja siswa (LKS)
Lembar kerja siswa (LKS) ilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Lembar kerja siswa dibuat untuk mengetahui proses belajar siswa pada saat diskusi kelompok
e. Teknik Analisis Data
 Analisis Data aktivitas Guru dan siswa
Analisis data tentang aktivitas siswa dan guru didasarkan dari hasil lembar pengamatan selama proses pembelajaran.sesuai antara perencanaan dan pelaksanaan dan tindakan.
Data tentang hasil belajar IPA siswa dianalisis secara deskriptif.. Aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar di bukukan pada observasi dengan rumus:
NR  × 100%
Keterangan:
NR = Persentase rata-rata aktivitas (guru/siswa)
JS  = Jumlah skor aktivitas yang dilakukan
SM = Skor maksimal yang di dapat dari aktivitas guru dan siswa
               Tabel 1. Aktivitas Guru
% interval
katagori
81-100
Sangat baik
61-80
Baik
51-60
cukup
Kurang dari 50
kurang

2. Ketuntasan Belajar Siswa
Pengukuran dalam penguasaan materi pelajaran mengacu pada ketuntasa mata belajar. Ketuntasan belajar terbagi dua yaitu:
a.       Sendiri individu dengan rumus:
Tabel 2. Aktivitas Saiwa
% Interval
Katagori
80-100
Sangat Baik
70-79
Baik
60-69
Cukup
0-49
Kurang

Ketuntasan secara individuldengan rumus :
PK =  × 100 % 
Keterangan:
K = Persentase ketuntasan individu
SP = Skor yang diperoleh siswa
SM = Skor maksimum
b.      Ketuntasan Secara Klasikal
Adapun rumus yang dipergunakan untuk menentukan ketuntasan klasikal adalah sebagai berikut:
PK =  × 100%
Keterangan:
PK = Ketuntasan klasikal
N = Jumlah siswa yang tuntas
ST = Jumlah siswa seluruhnya



DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta:Bumi Aksara
Bundu patta. 2006. Penilaian keterampilan proses dan Sikap ilmiah. Jakarta : Departemen pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Dimyati dan Mujiono. 2006. Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Gimin Dkk.2009.Model Model Pembelajaran.Pekanbaru:Departemen Pendidikan Nasional Panitia Sertifikasi Guru Rayon 05 FKIP UNRI
Linawira.2011.Skripsi Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas V SDN 012 Bukit Raya.Pekanbaru:FKIP PGSD
Majid Abdul.2008.Perencanaan Pembelajaran.Bandung:Remaja Rosdakarya
Ngalim Purwanto. 2004.Psikologi Pendidikan.Bandung:Rosda Karya
Purwanto. 2004. Evaluasi Hasil belajar. jakarta: Pustaka Belajar
Rositawati.S.2008. Senang Belajar IPA. Jakarta:Pusat perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Samatowa Usna.2006.Bagaimana Membelajarkan IPA Sekolah Dasar.Jakarta:Prestasi Pustaka PY CBLISHER
Syahrillfudin Dkk.2011. Bahan Ajar Penelitian Tindakan Kelas. Pekanbaru: PGSD
Trianto.2007.Model-Model pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis.Jakarta :Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan
Yulaelawati. 2004. Kurikulum Dan Pembelajaran. Bandung: Pakar Raya
Wiriaatmadja Rochiati. 2005. Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung : Rosda


Tidak ada komentar:

Posting Komentar